Setelah semalaman membersihkan sisa kebakaran, Kina menyiapkan sarapan untukku. Ia mengenakan topeng di belakang kepalanya. Saat ini, ia mengenakan Samue berwarna kuning muda.
"Ini?", ia melepaskan topeng itu dan memperlihatkannya padaku karena menyadari pandanganku. "Ini adalah benda peninggalan ayahku"
".....!"
Topeng burung elang.
"Ada apa?"
"Tidak.....", aku mengalihkan pandanganku. "Aku merasa seperti pernah melihat topeng itu di suatu tempat"
"Eehh, di mana?"
Aku melihat topeng itu sekali lagi.
Tidak salah lagi, aku pernah melihatnya.
Jika ditanya di mana aku pernah melihatnya, bagaikan kabut tipis yang berada di kepalaku, aku tidak bisa mengingatnya.
"Mungkin..... hanya perasaanku saja", ucapku menyedihkan.
"Memangnya itu topeng apa?"
"Ini adalah topeng Anbu yang digunakan desa ini pada zaman dahulu", ucapnya bangga dengan mencondongkan dadanya. "Ini adalah topeng asli. Luka yang ada di dahinya adalah bekas goresan Shuriken. Hebat, 'kan?"
"Pembicaraannya sampai sini saja, ya", lontar Reishi. "Ayo kita makan, selagi hangat"
Menu sarapannya sederhana, walaupun hanya nasi kepal, tapi kelihatannya lezat.
Aku mengabaikannya. "Aku tidak lapar"
"Ini adalah toko obat Uchiha, tidak mungkin aku memasukkan racun ke dalamnya"
"Jangan salah paham", ucapku dengan wajah miring pada Reishi.
"Memberikan sesuatu pada orang asing, apa kalian pikir aku akan memakannya seperti seekor anjing?"
"Seperti itulah Shinobi..... iya, 'kan?"
"Kalau begitu, tidak usah makan", ucap Kina dingin. "Padahal aku sengaja membuatkan makanan kesukaan Itachi untukmu, jika aku terlihat seperti Shinobi yang meracuni orang lain, kau, sama sekali bukan Shinobi yang hebat"
"........"
"Kau seperti tak bisa menilai orang lain", tak peduli dengan Reishi yang terlihat cemas, Kina terus melontarkan kalimat yang tak sepantasnya. "Buktinya aku masih hidup sampai sekarang"
"......Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak akan memakannya"
"Kau tidak lapar, 'kan?", ucap Kina dengan tenang.
"Kau tak perlu memaksakan diri untuk makan di sini"
"Aku tidak lapar, tapi.....", aku meremas perutku yang seakan berbunyi. "Makan di saat lapar juga salah satu tugas seorang Shinobi"
Aku memiringkan kepalaku dengan curiga, lalu meletakkan sumpit pada sarapan itu.
Aku memakan sayur-sayuran rebus, dan menghirup sup. Lalu, aku hanya menatap mangkuk itu. Meskipun makanan favorit Itachi sangat sederhana, tapi rasanya sangat lezat.
Reishi dan Kina yang saling bertatapan tertawa melihat tingkahku.
"Lumayan", ucapku. "Untuk bocah sepertimu yang membuatkannya"
Sudah lama sekali aku tidak merasakan kehangatan saat makan bersama.
Kami duduk di ruang berkayu, mengelilingi tungku api, dan saling berhadapan.
Aku menjejali mulutku dengan nasi kepal. Kina tertawa kecil melihatku yang membulatkan mata pada nasi kepal berisi Konbu ini.
"Itachi sangat menyukai nasi kepal Konbu", ucap Kina. "Apa kau juga menyukainya?"
"Hei, Kina", bentak Reishi padanya. "Apa-apaan pertanyaanmu itu"
"Ciihh, memangnya kenapa?"
"Aku.....", agar tidak bergetar, aku menundukkan wajahku, lalu melahap nasi kepal itu.
"Aku lebih suka Okaka"
Reishi mengangguk, sedangkan Kina tertawa.
Sudah lama aku tidak merasakan ini. Suasana di meja makan yang sehangat ini.
Sambil menegakkan punggung dan duduk bersimpuh lutut, Reishi menyantap makanannya dengan tenang. Mensyukuri apa pun yang ada saat ini, dan tidak mengharapkan sesuatu secara berlebihan, hal itu terpancar dari seluruh tubuhnya. Di samping itu, Kina yang duduk dengan sikap sila menyeruput kuah itu sambil bersuara.
Saat Reishi memarahinya, ia menjadi keras kepala, dan semakin menyeruput kuahnya dengan suara yang keras.
"Berapa kali harus kukatakan agar kau mengerti, Kina", ucap Reishi. "Orang lain akan melihat sikapmu dan menilainya seperti apa, lho"
"Apa peduliku pada pendapat orang desa terhadapku"
Reishi memasang wajah seram pada Kina, lalu menatapku dan tersenyum kesal.
"Maafkan ketidaksopanan adikku ini", aku mengangguk mengiyakan.
"Apakah rasanya enak, adik Itachi?", ucap Kina. "Aku sendiri yang merebus Konbu ini, lho"
".....Sasuke"
"Hah?"
"Namaku Uchiha Sasuke", sekali lagi, kali ini aku menyebutnya dengan tegas. "Nasi kepalnya..... lumayan enak"
Aku meminum kuah itu, lalu menyumpitkan sayur-sayuran dengan sedikit rasa asin, dan memasukkan nasi kepal itu ke dalam mulutku.
Rasa khawatir yang Kina berikan membuat hatiku yang beku menjadi tenang. Anak ini sengaja membuatkanku nasi kepal berisi Konbu.
Melihat kakak beradik di hadapanku ini mengingatkanku pada diriku dan Itachi yang dulu. Seorang adik yang mengagumi kakaknya dengan lugu, dan kakak sebagai sosok pengganti orang tua. Bagaimanapun kejamnya dunia ini, mereka berdua dapat melewatinya dengan penuh percaya diri.
Itulah sebabnya, aku tidak mengerti.
"Saat dalam perjalanan menuju tempat ini.....", aku meletakkan sumpit, kemudian mengeluarkan plastik kecil kertas minyak itu dari dadaku. "Aku mendapatkan benda ini"
Tiba-tiba, suasananya berubah.
Senyum ramah di wajah Kina menghilang. Sambil menahan amarahnya, ia menatapku. Sedangkan Reishi, ia terus memperhatikan sumpitnya dengan seksama.
"Penjual itu mengatakan bahwa Saigenzai inilah yang paling mengerikan", ucapku.
"Katanya benda ini adalah Kotarou dari Rengyoudou"
GACHA!
Kina membanting sumpitnya. Ia berdiri dengan amarahnya, kemudian merenggut plastik kecil itu dari tanganku, membantingnya ke lantai dan menginjaknya.
"Benda seperti ini, bukan Kotarou!", ia menendang meja makanku. Mangkuk dan piringnya pecah terbentur dinding.
"Apa kau juga berpedoman pada Saigenzai!?"
"........"
"Hentikan, Kina", ucap Reishi menengahi. "Sasuke datang kemari hanya untuk mengambil obat milik Itachi"
"Aku kira kau orang baik, saat pertama kali Itachi datang ke tempat ini, mungkin ia juga berpedoman pada Kotarou, 'kan!?", amarah Kina tak kunjung mereda. "Bahkan obat Itachi pun mengandung Kotarou!"
"Itachi bukan orang yang seperti itu"
"Kakak terlalu baik! Karena itulah kau diremehkan oleh penduduk desa!"
Mata Reishi berputar dengan gugup.
"Oi, katakanlah yang sejujurnya, sebenarnya kau juga mengincar Kotarou, 'kan!", Kina mengepalkan tinjunya padaku.
"Apa kau juga diperintahkan untuk mencurinya dari kakakku? Heh, sayang sekali. Kotarou itu hanya dapat bertahan di dalam tubuh kakakku. Kau tidak mungkin bisa untuk mencurinya!"
"Itachi.....", aku tidak mengalihkan pandanganku dari Kina. "Sudah tiada"
"!"
Tiba-tiba menjadi hening.
Kina berdiri sambil tetap mengepalkan tinjunya.
Debu berkilauan melayang di bawah sinar mentari pagi yang menerobos masuk dari jendela.
Meja makan yang terbalik itu, terlihat menyedihkan.
"Maafkan aku, Sasuke", ucap Reishi memecah keheningan. "Kina tak bermaksud menaruh dendam pada....."
"Aku mengerti"
"........"
"Aku tidak tahu bagaimana kondisi kalian, tapi menurutku wajar saja jika dia mencurigaiku", ucapku. "Aku, sama sekali tidak tertarik dengan benda yang disebut Kotarou itu. Aku membelinya karena penjual itu mengatakan bahwa pil ini berasal dari tempat ini. Aku hanya ingin memastikan reputasi toko obat yang dibantu oleh Itachi. Hanya itu."
"Kotarou ini palsu", Reishi mengangkat plastik kecil yang isinya telah berubah menjadi bubuk itu. "Resep aslinya tertulis di dalam darah klan kami"
"Seperti Kekkei Genkai, ya.....?"
"Tidak sehebat itu, kok..... bahan dasarnya bisa dipetik di Sanrou, tanaman biasa yang bisa kau temukan di mana saja. Benda itu akan dibawa dan dilatih ke dalam tubuh. Karena itulah, tidak ada yang bisa mencurinya. Bukan juga pil, dan tidak tumbuh di mana pun. Aku tidak tahu apa yang didengar oleh para pencuri itu dan membuat mereka datang ke sini, tapi ini hanyalah sebuah rumor tanpa bukti yang jelas, Hahaha!"
"........"
Yang barusan itu, apa?
"Tidak, karena itulah..... alasan mengapa Kotarou tidak tumbuh di mana pun, dan tidak ada bukti mendasar mengenai informasi para pencurinya.....", jelas Reishi terburu-buru dan menatapku tanpa rasa bersalah. "Lihat, sebuah rumor tanpa dasar, dan tanpa bukti yang jelas....."
"Kakak, sakit tahu"
Reishi bernafas terengah-engah.
"Lelucon kakak untuk tamu pertama kita benar-benar kejam"
Ah, lelucon, ya.
"Uhuk, uhuk..... po, pokoknya, Kotarou ini palsu", aku mengangguk lalu berkata,
"Ngomomg-ngomong, Kina baru saja mengatakan bahwa pencuri itu tidak mungkin menemukan keberadaan Kotarou"
"Kau mengatakan bahwa kau telah membelinya dari penjual itu kemarin malam, 'kan?"
"Iya. Aku membelinya di sebuah jembatan besar dalam perjalanan kemari"
"Jembatan Suikazura (Suikazura Bashi), ya", Reishi mengeluarkan pulpen dari saku Kimononya, lalu menuliskan sesuatu di plastik kecil itu.
"Saat menemukan benda palsu, aku akan menuliskan tanggal dan lokasi ditemukannya seperti ini. Selanjutnya, aku serahkan pada polisi"
"Apakah Kotarou itu juga tercampur dalam obat Itachi?"
"Kotarou memang Saigenzai, tapi karena aku mencampurnya dengan obat mentah, maka akan menjadi obat pereda rasa sakit yang kuat. Obat mentah yang dipakai oleh toko obat di desa kami, semuanya bisa dipetik di Sanrou, mereka membuat lebih dari 300 jenis obat dengan formulasi sendiri"
Aku mengeluarkan lembar pesanan milik Itachi dari dadaku. "Apa maksud dari simbol dan angka yang tercantum di sini?"
"Itu adalah nomor produk dari obat ini. Untuk melindungi privasi pelanggan, ini adalah peraturan untuk tidak menuliskan nama obatnya"
"Apa maksud dari "Gehin" yang tertulis di bawahnya?"
"Ini dibaca Gebon. Kata ini menunjukkan tingkat efek samping. Kalau Joubon, pengaruhnya lemah, tapi obat ini tidak ada efek sampingnya. Kalau Chuubon, obat ini tidak beracun jika digunakan dalam jangka waktu yang singkat. Sedangkan Gebon, obat jenis ini selain memiliki pengaruh yang kuat, efek sampingnya pun sangat luar biasa"
"Seperti apa efek sampingnya?"
"Jika pada obat mata yang aku siapkan untuk Itachi, ada kemungkinan akan mengalami kebutaan sementara"
"Begitu rupanya", dengan ini, misteri penglihatanku yang mendadak memutih telah terpecahkan. Aku membalikkan kertas itu.
"Apa kau tahu sesuatu tentang angka 「7」 ini? Sepertinya angka ini ditulis oleh Itachi....."
"!", Reishi mengalihkan pandangannya. "Tidak..... aku tidak tahu apa-apa soal itu....."
".....?" Aku tidak tahu hal apa yang membuatnya gentar, tapi sebaiknya aku alihkan saja pembicaraannya.
"Bisakah kau ceritakan tentang Itachi?"
Sebelum Reishi mengatakan sesuatu, Kina berdiri di hadapanku. Aku menatapnya sambil duduk.
"Soal tadi, aku minta maaf...."
"Tidak apa-apa"
"Aku tak bermaksud untuk menjelekkan Itachi....", ucapnya dengan kasar.
"Hanya saja, itu karena siapa pun mengincar Kotarou....."
"Ini bukan salahmu"
".....?"
"Jangan mengampuni orang yang meremehkan keluargamu", ucapku padanya.
"Kau telah melindungi desa ini"
Kina mengangguk dengan sekuat tenaga. Lalu, aku memutar tubuhku pada Reishi.
"Meskipun berbicara tentang Itachi..... sebenarnya, dia hanya datang sekali atau dua kali dalam setahun untuk membeli obat di tempat ini. Hanya saja....."
"Hanya saja.....?"
"Hanya saja.....", setelah bingung sejenak, Reishi menetapkan hatinya lalu mulai bicara.
"Ia berkata bahwa jika sampai adiknya yang datang ke tempat ini..... artinya ia sudah tidak ada"
"........"
"Ia memintaku agar membiarkannya untuk hidup sedikit lebih lama karena ada hal yang harus ia lakukan. Ia juga mengatakan bahwa setelah hal itu selesai, ia tidak peduli pada apa yang akan terjadi dengan dirinya..... Karena itulah, aku membuatkan obat dengan efek samping terkuat di antara yang terkuat, alih-alih menghilangkan rasa sakitnya, obat itu membakar paru-parunya, alih-alih membuat detak jantungnya bertahan semalaman, aku membuatkan obat yang membuat darahnya membususk berkali-kali"
Ini seperti Itachi yang sesungguhnya..... pikirku dalam hati.
Apa pun ia lakukan dengan sempurna, selalu melihat apa yang akan terjadi di depan, dan segalanya― menyedihkan.
"Apakah obat itu..... membuat Itachi menderita?"
Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
Saat itu..... aku teringat saat ia mengaktifkan Susanoo. Saat itu, ia menekan dadanya dengan kesakitan, kemudian memuntahkan darah. Saat itu ia telah―
"Tubuhnya, sudah tak tertolong lagi, ya.....?"
Reishi menundukkan matanya. "Maafkan aku....."
"Tidak.....", aku menggelengkan kepala. "Kau tak perlu minta maaf"
"Itachi itu sosok yang diam, dan tenang.....", kali ini, Kina mengeja kalimatnya perlahan.
"Tapi, dia sangat kuat..... saat dilecehkan oleh klan Sendou, dia menyelamatkan kami. Bahkan dia juga pernah menginap di kuil belakang sembari menunggu obatnya selesai. Terkadang, aku memberikan nasi kepal isi Konbu sebagai makanan ringan untuknya. Awalnya, dia selalu diam tanpa menjawab apa pun pertanyaanku. Tapi, pada akhirnya, dia mulai berbicara padaku sedikit demi sedikit. Karena itulah, aku juga tahu bahwa Itachi memiliki seorang adik laki-laki. Suatu hari, aku menanyakan 'Adikmu orang yang seperti apa?' padanya. Saat itu, Itachi tersenyum bahagia"
"........"
"Itachi berkata 'Kepolosannya, sama seperti Kina, tapi dia sangat payah mengekspresikan perasaannya'. 'Karena itulah, aku harus terus memperhatikannya', Sasuke, apa kau menangis?"
"Tidak, mataku.....", aku memalingkan wajahku. Salah satu caraku untuk mengubah topiknya.
"Klan Sendou.... siapa mereka sebenarnya?"
"Mereka adalah Shinobi penghancur", lontar Kina acuh tak acuh. "Mereka adalah bos dari Saigenzai"
"Setelah desa ini menyatakan netralitasnya, para Shinobi yang tak mampu bekerja, mereka bergabung ke dalam sebuah komplotan dan berbuat kejahatan", sambung Reishi.
"Pemimpinnya adalah seorang Shinobi yang bernama Sendou Jiryuu, dan menjual Saigenzai rendahan"
"Jadi, mereka mengincar Kotarou di tempat ini?"
"Kotarou adalah Saigenzai yang digunakan oleh ayahku untuk menyingkirkan monster Serigala Pemangsa (Rouen). Sendou Jiryuu menaruh perhatian pada halusinasi kuat Kotarou dan mengambil keuntungan. Di desa ini, masih banyak Shinobi yang belum bisa beradaptasi dengan Negara Netral. Mereka menggunakan Saigenzai demi terhindar dari pahitnya kenyataan"
"Siapa yang peduli pada apa yang terjadi di desa ini!", Kina meninju telapak tangannya.
"Semua penduduk desa, tepat setelah kematian ayahku, sikap mereka berubah..... sial, lihat saja sekarang....."
"Apa yang telah terjadi?"
"Mereka semua menuduh ayahku yang mengendalikan Rouen itu untuk menyerang desa....."
"!"
Aku merasa Deja vu. Saat itu, Uchiha Madara mengendalikan Kyuubi untuk menyerang Konoha. Desa yang terdampak oleh Bijuu menggetarkan penglihatanku.
"Kina!", Reishi menamparnya. "Jangan bicara seenaknya pada orang yang tak bersangkutan"
Kina menggigit bibirnya dan menatap kakaknya.
"Sasuke", ucap Reishi. "Padahal kau telah sengaja datang kemari, pot obatnya pecah karena keributan kemarin malam, aku benar-benar minta maaf"
"........"
"Aku memerlukan waktu untuk membuat obatnya", ucap Reishi dingin seperti orang lain.
"Aku akan berterima kasih jika kau membiarkanku untuk memperbaikinya di kemudian hari"
"Biarkan aku menunggu di sini"
"Obat ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Setelah memetik tanaman obatnya, aku masih harus menjemur, mencuci, memanaskan, dan harus mengubah ramuannya untuk jangka waktu yang lama"
"Aku tidak akan mengganggu kalian"
"Tapi....."
"Kina"
"Apa?"
"Tolong beri sedikit garam pada nasi kepalnya"
"........"
"Jika terjadi sesuatu.....", aku berdiri, lalu menambahkan kalimat sebelum keluar dari Rengyoudou. "Aku berada di kuil belakang"
To be continued...
.
Glossary:
Samue : Pakaian yang dikenakan para bhiksu Zen saat melakukan kegiatan sehari-hari
Konbu : Kubis
Okaka : Katsuobushi (Seperti ikan yang diparut tipis dan halus, biasanya ada di Okonomiyaki)
.
Huaaaaaa ga kerasa uda sejauh ini, btw ceritanya masih panjang dan banyak yang tak terduga, tiap kali baca novel ini bawaannya sedih bener, mimin uda usahain bikin bahasa yang mudah dicerna, tapi entahlah mimin harap kalian bisa memahaminya T_T dan maaf kalo ada yang agak aneh kalimatnya karena mimin bingung banget gimana mengekspresikan kata"nya hhe... ditambah kosakata bahasa Indonesia mimin yang minim banget, baru nyadar ternyata bahasa Indonesia sesusah ini :")
Mungkinkah ini suka duka penerjemah? wkwkwk
Okelah, jangan lupa share ke temen" Navers kalian biar makin banyak yang tau, sayang banget cerita sebagus ini kalo dilewati :)
See you on the next chapter^^
Comments
Post a Comment