Tess..... tess.....
Saat tersadar, aku sempat melamun mendengar tetesan suara air yang jatuh dari permukaan batu. Di sini..... dalam sejenak, aku kehilangan arah di mana keberadaan jati diriku yang sebenarnya. Ruangan yang berada di dalam gua berbatu.
.....Ah, mungkin aku terlelap saat mendengar cerita dari Tobi.
Samar.
Apakah karena cahaya lilin, atau karena rasa sakit dimataku, aku juga tak mengerti. Sambil berbaring menyamping di atas tikar, aku memandangi stalagtit di langit-langit gua. Mimpi kejam yang terasa nyata.
Mimpi hitam itu.
Dadaku terasa seperti diselimuti oleh kabut abu-abu.
Kepalaku terasa berat.
Mangekyou Sharingan yang menggantung di langit malam, anak laki-laki bertopeng, hutan yang gelap, sekelompok burung gagak yang membentuk pusaran angin topan, padahal aku dapat mengingat hal itu bagaikan menggenggamnya, seberapapun aku menggeledah isi otakku, aku benar-benar tidak dapat menyelamatkan sesuatu yang berharga.
Jika dibiarkan sejenak, aku merasa seperti tidak memiliki sesuatu apapun yang berharga. Itu hanya sebuah mimpi. Aku mengatakannya pada diriku sendiri. Dalam dunia shinobi, tak ada hal yang pasti. Tepat saat aku berpikir seperti itu, tiba-tiba suara Itachi terdengar.
Maaf Sasuke..... ini adalah yang terakhir
Aku memandangi langit-langit sampai kapanpun. Sesuatu hal yang nyata.
Malam itu― malam di mana aku masih anak-anak dan merasakan amarah yang begitu besar, malam di mana Itachi tak membunuhku.
Itu adalah hal yang nyata. Rasa sakit di mataku bagaikan terbakar api, dan Itachi memberikan Mangekyou Sharingan ini untukku. Itu adalah hal yang nyata. Melenyapkan segel Orochimaru dari tubuhku. Dan, itu juga hal yang nyata. Itachi menyentuh dahiku.
Maaf Sasuke..... ini adalah yang terakhir
Aku mencoba menyentuh dahiku. Tapi, bagaimanapun aku mencobanya, jariku tak seberat dan sehangat milik Itachi.
Tiba-tiba aku menangis, lalu membulatkan tubuhku.
Dan aku tertelan oleh mimpi yang singkat. Di belakang Itachi yang penuh luka, penduduk desa tertawa.
Naruto, Sakura, Kakashi, mereka semua tertawa. Semua penduduk desa tertawa dengan bahagianya.
"Apanya yang lucu!", bentakku.
Tapi, aku hanya mengarahkan tinjuku pada Naruto, mengarahkan tendangan pada Sakura, dan Kunai yang bagaikan mengapung di udara pada Kakashi.
"Kalian semua jangan tertawa! Sudah cukup hentikan!"
Itu adalah hal yang nyata.
Kehancuran Uchiha, kematian Itachi, dan penduduk desa Konoha tertawa. Aku memutarkan mataku karena merasakan keberadaan seseorang.
"Kau mengalami mimpi buruk, ya?", suara itu adalah Tobi.
"Bagaimana kondisi lukamu?"
Aku membangkitkan setengah badan dari posisi tidurku.
"Itu sudah pasti. Karena seberapapun kau bertarung dengan Uchiha Itachi yang digerogoti oleh penyakit, tak akan mungkin berakhir dengan mudah"
"Itachi.....", aku menggerakkan bibirku yang terkunci.
"Di mana..... Itachi?"
"Aku dan Zetsu telah memakamkannya dengan tenang"
"Zetsu..... maksudmu makhluk yang seperti rumput pemakan serangga itu?"
"Benar"
"Mata Itachi..... bagaimana dengan matanya?"
"Kau sudah mendengarnya, ya"
"Itachi yang mengatakan itu padaku. Karena mengambil mata yang berasal dari sesama klan Uchiha, maka akan mendapatkan Mangekyou Sharingan yang tak akan kehilangan cahayanya..... kau, kau mengambil mata adikmu, 'kan?"
"Adikku memberikannya atas keinginannya sendiri. Bukankah hal ini sudah kukatakan padamu kemarin malam?"
Di mana tempat Itachi dimakamkan, aku ingin menanyakan hal itu, tapi aku tidak bisa.
".....tch!"
Mata ini terasa sangat sakit dan aku menyembunyikannya dengan kedua tanganku.
"Sepertinya kau belum bisa beradaptasi dengan Mangekyou Sharingan. Rasa sakit itu akan berlanjut sementara waktu"
Tobi datang mendekatiku dan menyerahkan sesuatu.
"Benda ini ada di saku Itachi. Terlihat sedikit kuno, tapi ini masih lebih baik daripada tidak kau teteskan pada matamu itu"
Sepertinya ini adalah obat mata.
Aku tak bermaksud untuk percaya padanya, memangnya ia kira aku akan ceroboh meneteskan obat mata itu? Daripada mengatakan hal itu, aku menerima botol kecil darinya. Di dalamnya hanya tersisa beberapa tetes saja.
Itachi telah tiada. Balas dendamku berhasil. Walaupun benda ini adalah racun sekalipun, untuk apa aku mengatakan hal itu sekarang?
Saat kuteteskan, rasa panas di mataku yang terasa seperti terbakar perlahan mendingin, dan rasa sakitnya berkurang.
"Jangan khawatir", ucap Tobi di balik wajah bertopeng yang samar.
"Mata Itachi ada padaku. Suatu saat mata itu akan kutanamkan untukmu"
"Hal yang kau ceritakan padaku kemarin.....", aku mengusap mataku.
"Jika itu adalah kebenaran tentang Itachi, dan kau sengaja menceritakannya padaku, memang apa untungnya bagimu?"
Tobi tak menjawab apa pun. Ia hanya berdiam diri di sana.
"Kau mengatakannya", aku menatapnya dari balik jemari.
"Kau mengatakan bahwa terserah padaku percaya atau tidak tentang ceritamu. Kalau begitu, buatlah aku percaya..... mengapa kau menceritakan semua itu padaku?"
Keheningan yang cukup lama. Lalu, Tobi mengatakannya dengan tenang.
"Agar membuatmu menjadi temanku"
"!"
"Itachi telah menghianati Uchiha demi melindungi desa. Dan kau, Uchiha Sasuke, ia juga berharap kau tetap setia pada Konoha. Jika kau mewarisi tekad Itachi, itu merupakan cara hidup yang benar. Tapi, jika keadaannya seperti itu, maka saat ini kau akan menjadi lawanku"
"Apa kau bermaksud menghacurkan Konoha?"
"Aku tidak peduli pada Konoha atau apa pun itu"
"Tidak peduli.....?"
"Tujuanku, berada di tempat yang sangat jauh"
"Jadi selama ini..... Akatsuki mengumpulkan bijuu demi tujuanmu itu?"
"Benar sekali"
"Tobi, sebenarnya apa tujuanmu?"
"Tujuanku, ya..... Sederhananya, mungkin aku ingin membawa dunia ini ke dalam dimensi di mana keadilan tidak pernah ada"
"Apa maksudmu?"
"Benar juga..... sebut saja misalnya perang. Perang adalah hal yang terjadi saat keadilan saling bertubrukan satu sama lain, tapi tak ada satu pun cara yang dapat mengetahui mana keadilan yang benar. Keadilan hanya ada untuk para pemenang, lalu terbentuklah sejarah"
Aku hanya terdiam mendengarkan ucapannya.
"Dengan kata lain", lanjut Tobi.
"Keadilan adalah kekuatan. Keadilan tanpa kekuatan akan dilenyapkan, dan dibuang seperti sampah. Dan juga, jika sumber keadilan itu kekuatan, hanya masalah waktu saja bagi dunia ini untuk menuju akhirat. Sebab, jika orang yang memiliki kekuatan besar saling berperang, dunia ini akan menerima dampak di mana pemulihan tak akan mungkin terjadi"
"Itu......", aku menelan air liurku.
"Apa yang kau maksud adalah pertarungan antar Bijuu?"
"Tidak masalah jika kau beranggapan seperti itu"
"Karena itulah..... karena itulah, kau mengumpulkan Bijuu, lalu apa kau mencoba untuk menjinakkannya? Apa benar begitu?"
Tobi hanya diam menatapku tanpa menjawab sepatah kata pun.
"Hal seperti itu tidak mungkin terjadi", aku menghela nafas bersamaan pada tubuhku yang terendam keringat.
"Apa kau tidak tahu betapa sulitnya menghadapi seekor Bijuu pada setiap desa, huh? Seberapa pun kau menggunakan Mangekyou Sharingan, kau tak akan mungkin bisa mengikat seluruhnya sampai sembilan ekor"
"Sepertinya kau tidak tertarik dengan pembicaraan ini, ya"
"Seberapapun kau terus melangkah, walaupun keadilan menghilang dari dunia ini, kebencian tetap tak akan menghilang dari hati seseorang", ia tertawa dengan penuh ejekan.
"Apa kau bermaksud untuk membuat dunia yang hanya dipenuhi oleh kebencian?"
"Kebencian, ya..... Saat ini, jika aku membicarakannya, tidak ada orang yang keluar dari samping kananmu, 'kan"
"Cepat katakan"
"Karena kalimat itu sudah terlanjur terucap, aku akan menjelaskannya padamu", Tobi seperti tertawa dibalik topeng itu.
"Kebencian tidak memakan banyak korban seperti keadilan. Mengapa menurutmu? Karena kebencian memiliki target, sedangkan keadilan tidak memilikinya. Kebencian adalah kejujuran, tapi keadilan hanyalah kebohongan. Ada pula korban berjatuhan yang disebabkan karena kebencian, tapi ratusan kali lipat, ribuan kali lipat, bahkan puluhan kali lipat yang menyebabkan nyawa berjatuhan lebih banyak adalah keadilan"
Rasa sakit yang berdenyut, ditambah rasa lelah yang teramat sangat, rasanya aku dapat mengerti, apa yang ingin ia sampaikan.
Aku dapat melihat api hitam yang menghanguskan Konoha. Konoha yang telah membuat kakakku jatuh di neraka, akan kuhanguskan desa itu dengan Amaterasu ini―membayangkannya saja sudah membuat perasaanku sedikit lebih tenang.
"Tidak perlu terburu-buru untuk memutuskan apakah kau mau menjadi temanku atau tidak. Kita adalah Shinobi. Kau boleh memanfaatkanku tanpa berteman sekalipun. Karena pada akhirnya, tujuan akhir kita adalah sama. Ingatlah ini, Uchiha Sasuke, tidak ada pertentangan apapun pada tujuan kita. Kita sudah berada di tempat di mana keadilan tak akan pernah bisa untuk diraih. Tidak ada seorang pun, untuk kedua kalinya, tidak ada yang bisa membawa kita pada keadilan"
Aku mengerti bahwa ia mencoba untuk menyesatkanku, ia memiliki daya tarik yang sulit ditentang. Dari suaranya pun, terasa seperti menggoyahkan hati seseorang.
"Bagaimanapun, yang paling penting saat ini adalah pemulihan lukamu", sebelum menghilang, Tobi menyerahkan selembar potongan kertas.
"Ini adalah benda peninggalan Itachi"
.
.
.
Yosh bagaimana dengan ceritanya? Uda mulai bosan? atau makin penasaran? wkwk
Mimin tunggu ya komentarnya ^^
Comments
Post a Comment