Hari berikutnya, sesuai dugaanku, Kina menghampiriku dengan nafas terengah-engah dan memberitahu hal yang sudah kuketahui. “Aku menemukan mayat lagi!” “Kina, dengar aku”, aku mengatakannya dengan jelas agar tidak salah paham. “Kakakmu benar. Sebaiknya kita hentikan saja permainan yang berbahaya ini” “.....A, apa-apaan ini, mengapa tiba-tiba begitu?”, Kina mengerucutkan bibirnya. “Jadi kau mengira ini adalah permainan?” “Aku tidak bisa menolongmu lagi” “.....Mengapa?” “Aku sudah terlalu lama tinggal di sini”, ucapku padanya. “Kakakmu sudah melakukan hal yang tepat. Aku juga harus segera kembali ke tempat asalku” “Memangnya tempat asalmu itu seperti apa?” “Entahlah. Tapi, setidaknya, bukan seperti dunia di mana bunga melati itu mekar” Kina menatapku dengan cermat. “Ada apa?” “Mengapa bunga melati? Bahkan aku sama sekali tak mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi di danau Kuchinashi” “........” “Mengapa kau bisa tahu?” “Tak usah pedulikan hal itu” Saat hendak menyentik dahinya, Kina ...