Skip to main content

Posts

Showing posts from 2020

LIGHT NOVEL NARUTO AKATSUKI HIDEN: SAKI MIDARERU AKU NO HANA TERJEMAHAN

PENGENALAN TOKOH & SINOPSIS

CHAPTER 3.10

Kebangkitan yang disebabkan oleh rasa sakit. Merasakan hidup yang disebabkan oleh rasa sakit.  “Uh.....” Kannyuu bangkit dan memegang kepalanya. Di bawah punggungnya, terdapat tumpukan ranting dan dedaunan yang mungkin diterbangkan dari hutan kecil di sekitar rumah. Sepertinya, ranting dan dedaunan ini menyerap tubrukan itu untuknya.  “.....Tck, karyanya!” Hal pertama yang ia pikirikan adalah tembikar-tembikar pada tungku itu. Kannyuu mencari tungku itu sementara pemandangan sekitarnya telah berubah.  “I, itu.....” Saat ia menemukan asap yang mengepul dan mendekat seolah menyeret tubuhnya yang berat, ia mendapati tungku yang telah dihancurkan. Semua tembikar yang berada di dalamnya juga pecah. Kannyuu duduk di tempat itu.  “..........?” Namun, ia melihat bahwa pecahan-pecahan tembikar itu putih bersinar. Pola yang terukir di sana juga terlihat. Kannyuu merobek pakaian yang ia kenakan dan melilitkannya di kedua tangannya, lalu memungut serpihan panas dari dalam tungku...

CHAPTER 3.9

Kota yang makmur sebagai desa seni itu, kini hanyalah sebuah tumpukan puing.  Sementara api itu membara di sana-sini, terbentuk sebuah rongga besar dan dalam yang sangat mencolok di tempat yang disebut sebagai kediaman Toujin.  Itu bukanlah rongga yang terbentuk karena ledakan.  “.....Besar sekali ya, un” Setelah mendaratkan naganya pada rongga itu, Deidara berkeliling melihat sekitar. Di bawah tanah kediaman Toujin itu, terdapat tambang tanah liat raksasa.  Sepertinya agar Goushou dapat melarikan diri dari kobaran api itu, ia berniat mengungsi ke tempat ini.  “Akhirnya aku menemukannya, un!” Terdapat tanah liat di tempat yang terpisah jauh dari daratan.  Deidara mengambil tanah liat itu, membiarkan tangannya melahapnya dan memastikannya. Chakra itu diremas dengan cepat dan ketegangannya membangkitkan inspirasi. Tanah liat ini benar-benar berkualitas tinggi.  Namun, setelah melihat tambang itu lagi, Deidara kehilangan energinya. “Hei, tuan. Bukankah ta...

CHAPTER 3.8

Cahaya lentera yang terbuat dari tembikar itu menerangi kota dengan tenang. Mereka tiba di kediaman Toujin, di mana jalur ubin keramik bersinar menanggapi cahaya itu. Deidara yang berdiri di depan gerbang mewah itu tertawa menyeringai. Akhirnya ia dapat melakukan aktivitas seninya dengan bebas.  “Ayo kita mulai, seni adalah ledakan!” Sesuatu yang melompat dari tangannya adalah tanah liat peledak berbentuk burung kecil yang indah. Burung-burung itu melompat dan terjun ke gerbang sekaligus.  ―KATS!! Burung kecil itu meledak dan menerbangkan gerbang itu berkeping-keping. Seni orang lain disublimasikan menjadi keindahan sesasat dengan kekuatan seninya.  “Inilah seni yang sesungguhnya..... un!” “A, apa itu!?” Dengan segera para pengawal kediaman itu bergegas. Sepertinya ia mempekerjakan Shinobi karena memiliki uang.  “Brengsek, siapa kalian!” Penjaga yang menemukan Deidara dan yang lainnya melompat dengan Kunai di tangannya.  “Fuh” Kemudian, benang Chakra yang sangat...

CHAPTER 3.7

Rumah Kanyuu yang terletak di belakang tungku cukup luas untuk ditinggali seorang diri, dan ia memberikan masing-masing kamar untuk Deidara dan Sasori.  Jika dipikir-pikir, beberapa hari terakhir setelah menghancurkan kota karena misi dari “Akatsuki”, mereka terus bergerak di udara tanpa istirahat yang cukup. Meski di kamar ini hanya terdapat meja kecil dan kasur yang sederhana, namun cukup untuk melepas lelah. Sementara menanggalkan jubahnya dan berbaring di tempat tidur dengan pakaian ringan, Deidara menyatukan kedua tangannya dan menggosoknya ringan. Ia juga tak mampu membuat konsep ledakan yang baru. Mungkin Sasori juga sedang memperbaiki “Kugutsu” miliknya. Ia juga memerlukan perawatan untuk tubuhnya sendiri.  “Ng? Aroma yang aneh..... un?” Deidara bangun setelah menyadari terdapat aroma yang seolah menusuk hidungnya. Saat melihat ke luar, di sana terlihat asap yang mengepul dari tungku itu. Sepertinya, aroma itu berasal dari sana. Kannyuu berada di depan tungku itu, dan ...

CHAPTER 3.6

“Benda apa ini, apa terbuat dari tembikar..... un?” Mereka dibawa pergi menuju sebuah kuil yang letaknya jauh dari tungku milik Kannyuu. Sepertinya nama kuil itu adalah kuil Toujin, tapi di sini, terdapat gerbang Torii putih yang seolah menyadarkannya. Saat dilihat dengan seksama, sepertinya gerbang itu terbuat dari tembikar.  “Ng.....?” Dan di gerbang putih ini, tampak sebuah pola seperti bunga yang bermekaran.  “Itu adalah ‘Hanasaki’ ” Itu adalah seni yang Kannyuu ingin coba hidupkan kembali. Setelah gadis itu mengatakannya, Deidara menempatkan teleskop yang biasanya ia gunakan pada mata kirinya, lalu melihat pola itu.  “.....Bukankah itu sebuah retakan, un” Benar, terdapat retakan halus pada permukaan tembikar itu, dan meniru bentuk bunga. “Oh iya. ‘Hanasaki’ membuat retakan yang lebih tipis daripada ujung jarum yang tak terhingga jumlahnya pada permukaan tembikar, dan seni itu disamakan seperti bunga. Retakan kecil itu menjadi bayangan dan menggambar polanya pada temb...

CHAPTER 3.5

Mereka telah membunuh beberapa orang, termasuk penjaga penambangan. Jika kotanya seukuran ini, mereka pasti akan membuat keributan tanpa memerlukan waktu seharian.  Saat Deidara menganggap bahwa urusannya telah selesai dan berniat untuk meninggalkan tempat itu, Sasori berkata “Ada hal yang ingin kupastikan” dan mereka kembali ke kota.  “Ke mana kita akan pergi, tuan?” “..........” Mengikuti jalan ubin keramik berwarna-warni, mereka mendekat ke pusat kota, yaitu kediaman Toujin.  “Selera yang buruk..... un”, ia meminjam kalimat Sasori dan saat mengatakannya dalam hati, entah bagaimana ia menyadari bahwa kediaman itu sangat bising.  “Ada apa?” Saat melihatnya dengan seksama, sepertinya ada beberapa orang yang sedang berselisih.  “Berhentilah menyingkirkan karya ‘Hanasaki’ lebih dari ini! Itu adalah warisan yang diteruskan oleh desa Tou!” Di tengahnya, ada seorang wanita yang berteriak pada seseorang di kediaman itu. Ia adalah Kannyuu, orang pertama yang ia jumpai ...

CHAPTER 3.4

“.....Dengan ini, kita bisa masuk ke dalam” Seperti yang dapat dikatakan pada hampir seluruh anggota “Akatsuki”, Deidara dan Sasori juga orang yang tidak sabaran sebagai contohnya. Tanpa melakukan investigasi penyelinapan, mereka telah menghabisi beberapa orang sebelum selesai menyelidiki tanah liat yang digunakan untuk keramik desa yang ditambang dari salah satu bukit di sekitar desa.  “Melakukan hal sepele seperti ini seorang diri sangat merepotkan” Selain itu, sepertinya tanah liat di tambang itu tak mudah untuk diambil, dan ada beberapa penjaga di pintu masuk yang dibuat dengan mengikisi bukit.  Penjaga itu juga tergelinding karena ditusuk oleh ekor Hiruko, boneka Sasori. Sulit bagi mereka berdua untuk bersikap lemah lembut tanpa disadari oleh siapa pun.  “Tuan Sasori, ternyata kau juga sering menggunakan bawahan ya..... un” Saat menginjak mayat itu dan masuk ke dalam, mereka menemukan jalan seperti gua. Mereka masuk ke dalam dengan mengandalkan cahaya obor yang mener...

CHAPTER 3.3

 “.....Hee, seluruh kota ini benar-benar dipenuhi dengan tembikar ya, un!” Deidara menatap sekeliling dengan ekspresi riang sambil melangkah maju di sepanjang jalan beraspal dengan ubin keramik yang berwarna-warni. Sejumlah toko seni keramik berbaris di kota, dan ubin keramik itu juga melekat pada luar dinding toko. Para pedagang yang membawa barang besar melihat ubin luar dinding itu dengan antusias.  “Hei, tuan. Mengapa mereka tidak masuk ke dalam toko itu? Un” Jika seperti itu, maka akan lebih baik masuk ke dalam dan melihat barang-barangnya.  “.....Jika tokonya ada sebanyak ini, kita akan memakan banyak waktu untuk masuk ke dalam dan memeriksanya. Untuk menghemat waktu, mereka menempelkan ubinnya seperti ini” “Jadi..... apa maksudnya, un?” Sasori menjelaskan lebih jauh pada Deidara yang buruk dalam mencerna.  “Ini adalah tembikar yang dipegang oleh para penjaga toko..... Mereka menempelkan ubin yang dibuat oleh seniman keramik. Itu adalah sampel” Jika diperhatika...

CHAPTER 3.2

 “.....Hee― tak kusangka seramai ini, un!” Sudah empat hari berlalu setelah mereka meninggalkan kota yang hancur. Mengikuti perkataan Sasori yang mengatakan bahwa sebaiknya menghindari kontak dengan desa Sunagakure, setelah terbang melintasi negara sungai dengan hutan lebat, akhirnya kami masuk ke negara angin.  Desa Tou tempat kami tiba terletak di lembah yang dikelilingi oleh perbukitan. Desa Sunagakure yang terletak di negara angin memiliki citra gurun yang kuat, tapi di sini banyak kawasan hijau dan air yang berlimpah.   Skalanya lebih seperti kota daripada disebut desa. Deidara yang seenaknya membayangkan bahwa tempat ini adalah tempat terpencil dengan sedikit orang, kini tampak bersemangat.  Terdapat banyak cerobong asap di kota itu, dan asap mengepul di mana-mana.  “Tuan Sasori, apa itu?” “Itu adalah asap tungku yang membakar tembikar. Di sini, api itu menyala di tungku pembakaran siang dan malam” “Begitu ya―..... Ng? Tuan, lalu yang itu apa?” Kali i...

CHAPTER 3 ー KEMILAU YANG TAMPAK

Keindahan abadi, keindahan sesaat, dan keindahan terbaik dari setiap kisah.  Bahkan mereka mempersembahkan tubuhnya sendiri demi hal itu.  Itu adalah― kombinasi seni.  “Aku ingin tanah liat berkualitas tinggi..... un” Sebuah “Dataran” dengan asap di mana-mana.  Di tempat di mana kota ini ada beberapa jam yang lalu, suara itu cukup nyaring untuk berbicara seorang diri.  Ia adalah Deidara, sosok dengan rambut emas yang dikuncir dengan posisi tinggi, orang yang menghancurkan kota ini, dan menatap tas yang menggantung di pinggangnya dengan mata biru.  Awalnya, ia adalah seorang Shinobi Iwagakure yang berasal dari pasukan peledak, meninggalkan desanya, berpartisipasi dalam molekul anti-negara dan menyebabkan ledakan teroris yang ditemukan oleh “Akatsuki”, dan saat ini ia adalah salah satu anggotanya.  Hari ini ia juga diperintahkan oleh organisasi itu dan menghancurkan sebuah kota.  Deidara sangat ahli dalam melakukan sabotase berskala besar.  “.....

CHAPTER 2.4

Matahari terbenam, dan hutan itu diselimuti kegelapan tanpa dilalui sinar rembulan.  Hidan yang sedang duduk di ranting dengan batang pohon sebagai sandarannya untuk beristirahat, tiba-tiba mendengar suara yang memanggilnya.  “Ng.....? Ada apa ini.....” Saat ia mengusap matanya dan baru saja berniat menguap lebar, Kakuzu melompat ke pohon tempat Hidan berada, lalu menahan mulutnya.  “Umg!” “Lihatlah” Bukan saatnya untuk itu, namun ia mengalihkan pandangannya ke tempat yang ditunjuk Kakuzu dan menyadarinya. Ada beberapa cahaya. Sepertinya ada seseorang. Jika mendengarnya dengan seksama, suara mereka juga terdengar.  “Pasti ada sesuatu yang terjadi sampai membuatnya belum kembali selarut ini.....” “Kau tidak boleh mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan seperti itu. Ayo kita cari bersama” “Benar. Lalu, sebenarnya ada apa di ‘Tougenkyou’ ini?” Hidan menyingkirkan tangan Kakuzu, dan melihat keadaan mereka sekali lagi. Mereka membawa obor di tangannya dan sepertinya se...

CHAPTER 2.3

“.....Di sini” Hohozuki berkata dan menunjuk tebing.  Jika melihat ke bawah dari atas tebing, sungai yang mengalir di dasar terlihat jelas. Pasti sungai itu memakan waktu berbulan-bulan untuk mengikis tebing ini.  Angin bertiup kencang melalui lembah, dan terkadang, air di dasar terbing itu terbawa ke hutan. “.....Mana mungkin ada desa di tempat seperti ini!” “Anu, anu, benar-benar ada!”, ucap Hohozuki pada Hidan yang berteriak tanpa sengaja.  Setelah memperlihatkan pangsit lumpur miliknya pada Hidan dan Kakuzu, ia melemparnya ke tepi laut di seberang tebing dengan sekuat tenaga.  “Apa yang kau lakukan?” Saat mengamati pangsit lumpur yang kecil itu dengan seksama, pangsit lumpur itu tidak menabrak dinding yang ada di sana.    “Ng, menghilang.....?” Begitu pangsit lumpurnya tiba di seberang pantai, wujudnya menghilang dan tak terlihat.  “Chih, Genjutsu ya.....” Entah memahami situasinya, Kakuzu menatapnya dengan tajam.  “Oi oi, Kakuzu, apa maksudny...