Kebangkitan yang disebabkan oleh rasa sakit. Merasakan hidup yang disebabkan oleh rasa sakit.
“Uh.....”
Kannyuu bangkit dan memegang kepalanya. Di bawah punggungnya, terdapat tumpukan ranting dan dedaunan yang mungkin diterbangkan dari hutan kecil di sekitar rumah. Sepertinya, ranting dan dedaunan ini menyerap tubrukan itu untuknya.
“.....Tck, karyanya!”
Hal pertama yang ia pikirikan adalah tembikar-tembikar pada tungku itu. Kannyuu mencari tungku itu sementara pemandangan sekitarnya telah berubah.
“I, itu.....”
Saat ia menemukan asap yang mengepul dan mendekat seolah menyeret tubuhnya yang berat, ia mendapati tungku yang telah dihancurkan. Semua tembikar yang berada di dalamnya juga pecah. Kannyuu duduk di tempat itu.
“..........?”
Namun, ia melihat bahwa pecahan-pecahan tembikar itu putih bersinar. Pola yang terukir di sana juga terlihat. Kannyuu merobek pakaian yang ia kenakan dan melilitkannya di kedua tangannya, lalu memungut serpihan panas dari dalam tungku itu.
“Ini.....”
Di sana, muncul pola bunga yang indah. Ini adalah putih pamungkas, ‘Hanasaki’.
“Dasar bodoh, mengapa.....”
―Bukankah lebih baik bila kau membakarnya sekaligus, un.
Kalimat Deidara itu terngiang kembali. Pada saat yang sama, ia juga ingat bagaimana keadaan tungku yang diledakkan oleh ledakan itu dan terbakar sekaligus.
“Begitu ya....., apa ia sengaja membuat retakan itu dan menaikkan suhunya sekaligus dalam mengakhirinya.....!”
Kannyuu yang menjaga tembikar itu dengan baik tak mampu menjaga momentum pada apinya. Hal itu juga tak berhasil. Justru itulah, benda itu harus dibakar dengan meledakkannya.
Sepertinya tanah liat tak dapat bertahan pada suhu tinggi, namun itu adalah sebuah langkah besar bagi Kannyuu.
“Tanah..... selanjutnya jika aku bisa menemukan tanah liat yang tahan terhadap suhu tinggi, maka.....”
Terdapat suara yang terngiang kembali di sana. Disebut sebagai “Mankai no Mashou”, yang terngiang di benaknya adalah kalimat Toujin Mashou yang selalu menginginkan seni Hanasaki.
―Kannyuu. Tak peduli berapa pun usiaku, aku akan pergi mencari tempat baru demi seni.....!
Kannyuu menggenggam erat serpihan dengan ukiran Hanasaki itu dan meneteskan air mata. Setelah mendapati sesuatu yang jatuh dari atas kepalanya, suara pecahan terdengar di samping Kannyuu.
Saat ia perhatikan, di sana terdapat sebuah liontin yang pecah akibat benturan. Kannyuu memiliki ingatan terhadap benda itu. Mashou mengatakan padanya bahwa benda itu adalah bukti sebagai guru dan murid.
“Mengapa?”
Ia menggenggamnya dan menengadah ke atas langit. Lalu, di sana terdapat seekor naga yang membentangkan sayapnya dan terbang menjauh.
Meski tak terlihat dari sini, tapi Deidara dan Sasori sedang menunggangi naga itu. Kannyuu menggenggam pecahan liontin dan serpihan yang terdapat dalam tungku itu dengan kedua tangannya, lalu bangkit berdiri.
“Aku pasti akan membangkitkan kembali seni Hanasaki ini!!”
Tanpa mengkhawatirkannya, naga itu terbang semakin tinggi dan menjauh.
Dalam arti tertentu, seni yang menembus dirinya sendiri, mungkin saja dapat menjadi kekerasan terhadap orang lain.
Mungkin saja kepribadian yang terlalu kuat itu tidak bisa mendapatkan pemahaman dari orang lain.
Meski begitu, ia akan terus melanjutkan jalan hidupnya.
Cara kehidupan mereka berdua sepertinya tampak pada punggung naga yang melambung tinggi di sana.
.
to be continued
Comments
Post a Comment