Cahaya lentera yang terbuat dari tembikar itu menerangi kota dengan tenang. Mereka tiba di kediaman Toujin, di mana jalur ubin keramik bersinar menanggapi cahaya itu. Deidara yang berdiri di depan gerbang mewah itu tertawa menyeringai. Akhirnya ia dapat melakukan aktivitas seninya dengan bebas.
“Ayo kita mulai, seni adalah ledakan!”
Sesuatu yang melompat dari tangannya adalah tanah liat peledak berbentuk burung kecil yang indah. Burung-burung itu melompat dan terjun ke gerbang sekaligus.
―KATS!!
Burung kecil itu meledak dan menerbangkan gerbang itu berkeping-keping. Seni orang lain disublimasikan menjadi keindahan sesasat dengan kekuatan seninya.
“Inilah seni yang sesungguhnya..... un!”
“A, apa itu!?”
Dengan segera para pengawal kediaman itu bergegas. Sepertinya ia mempekerjakan Shinobi karena memiliki uang.
“Brengsek, siapa kalian!”
Penjaga yang menemukan Deidara dan yang lainnya melompat dengan Kunai di tangannya.
“Fuh”
Kemudian, benang Chakra yang sangat tipis itu melompat keluar dari dalam jubah “Akatsuki” milik Sasori. Benang itu melekat pada penjaga yang mendekat.
“Hei”
Saat Sasori menggerakkan benang Chakra itu dengan ringan, berubah dari melompat, penjaga itu dihempaskan ke tanah.
“Usai sudah”
Ia mengendalikan tangan kanan penjaga itu dan membiarkan Kunai itu menusuk tenggorokannya sendiri.
“A, apa maksudnya ini.....”
Para penjaga lainnya tertegun setelah melihat temannya melukai dirinya sendiri.
“Jika berpaling, kalian tak akan bisa melihat seniku..... un!”
Kali ini, Deidara melempar tanah liat berbentuk laba-laba pada para penjaga lainnya itu.
―KATS!
Tubuh itu terbang bersama ledakan. Karena perbedaan kekuatan yang luar biasa, para Shinobi yang mulanya tak memiliki kepercayaan itu gemetar dan melarikan diri.
“Deidara, seharusnya ada lokasi kerja milik keluarga Toujin di pusat kediaman ini. Merepotkan jika kita harus berputar-putar. Ledakkan dan buatlah jalan seadanya”
“Tak ada yang seadanya dalam seni, un!”
Ini adalah terobosan nyata. Deidara memasukkan kedua tangannya ke dalam tasnya.
“.....Apa-apaan ini.....”
Segera setelah mendengar dentuman keras kehancuran dari arah kuil Toujin, ia bergegas mencari tahu apa yang terjadi di sana, lalu menatap gerbang Hanasaki yang telah dihancurkan.
Tanpa mengetahui sebabnya, ia berdiri tercengang, lalu kali ini suara ledakan itu menggema dari arah kota.
Saat melihatnya, di sana adalah pusat desa dan api itu menyala dengan kuat dari kediaman Toujin.
“Jangan-jangan.....”
Kannyuu berlari turun dari kuil, dan melompat masuk ke dalam rumahnya.
“Tidak ada..... tidak ada!”
Kamarnya sudah kosong. Selagi melakukan hal itu, terdengar suara ledakan yang baru dari arah kota.
“.....Khu”
Saat Kannyuu mengigit bibirnya, ia berlari menuju ke kota.
“Jadi di sini lokasi kerjanya”
Bagian dalam kediaman itu sangat kacau karena serangan tiba-tiba. Para pelayan itu menjerit dan mencoba melarikan diri.
Tak ada seorang pun di lokasi kerja ini, dan tanah liat itu terlempar di atas pembubut.
“Jangan-jangan ini adalah..... un”
Saat berdiri di permukaan pembubut, Deidara menekan tanah liat itu dengan telapak tangannya. Mulut di tangannya melahap tanah liat itu dengan kasar.
Sensasi yang berbeda dari biasanya. Ini adalah rasa Chakra yang harus diremas. Jika menggenggam tanah liat peledak itu dengan erat dan membentuknya, rasanya lebih lembut dari biasanya.
“Tiba juga..... un”
Tubuh Deidara bergetar karena bersemangat. Ia membentuk laba-laba ortodoks, tapi terlihat lebih berkilau dari sebelumnya.
“Tuan Sasori! Tanah liat ini tak ada tandingannya dengan yang biasa kugunakan! Kurvanya yang lebih halus meningkatkan keindahan perubahan bentuk hingga batasnya. Ini adalah revolusi seni, un!”
Deidara mengangkat tinggi laba-laba itu dan menjerit, namun tanpa berbalik menghadapnya, Sasori menggunakan ekor Hiruko untuk menarik dan menjatuhkan rak yang berada di lokasi kerja itu ke lantai secara terus menerus.
“Tuan, lihatlah seniku.....”
“Aku tidak tertarik”, lontar Sasori dingin pada Deidara yang ingin menyampaikan kelebihan dari seninya apa pun yang terjadi.
“Apa maksudmu tidak tertarik, un!?”
Jangankan memiliki sumbu pendek, Deidara yang tak memilikinya sama sekali itu menjerit. Mengabaikan hal itu juga, sepertinya Sasori sedang mencari sesuatu.
Di dalam rak-rak yang berserakan di lantai, terdapat gulungan yang mendeskripsikan tentang tembikar. Sasori membuka gulungan itu dan memastikannya.
“.....Ini dia”
Setelah menemukan gulungan yang berisi kombinasi obat kecil yang menyusahkan untuk beberapa alasan, ekor Hiruko yang telah mengacaukan rak itu berhenti.
“.....Buku rahasia glasir?”
Glasir yang juga digunakan Kannyuu pada tembikarnya. Glasir adalah benda seperti obat salep yang memberi kilau pada permukaan tembikar. Meski benda itu tak berhubungan dengan dirinya, Sasori memasukkan gulungan itu ke dalam jubahnya.
“Dengar, glasir ini dapat beracun tergantung komposisinya. Desa Tou inilah yang paling familiar dengan bahaya glasir semacam itu. Di antaranya, terdapat buku rahasia glasir di keluarga Toujin yang kuno dengan sejarah panjang”
Sasori memiliki pengetahuan yang dalam tentang racun karena ia memasukkan racun itu pada Karakuri Kugutsu miliknya. Racun selalu bermain dengan penawarnya yang tiada henti. Racun tak akan efektif bila tak selalu menciptakan racun yang baru. Untuk itulah, ia juga tertarik dengan toksisitas glasir.
“.....Tuan Sasori, apa jangan-jangan, sejak awal benda itulah yang menjadi tujuanmu, un?”
“Tidak mungkin aku hanya bekerja untukmu”
Tepat sekali.
Entah bagaimana, ia tampak kesal dan bersemangat, namun ia memiliki laba-laba revolusioner di tangannya.
“Tuan, tujuanku belum terpenuhi! Aku harus mencari tahu di mana tanah liat ini..... un!”
Seharusnya, tambang tanah liat ini berada di suatu tempat.
Api yang disebabkan oleh ledakan itu semakin meningkat. Pemadam kebakaran juga tak ada artinya.
“Kita harus menemukan Goushou, un”, dalam situasi seperti itu, ia melanjutkannya tanpa panik.
“Sesuai dugaan, dia tidak ada di dalam kediamannya, un”
“Itu karena ia akan menjadi babi panggang”
Sembari bercerita hal itu, mereka berdua melangkah menuju halaman.
“..........!”
Kemudian, sesuatu melintasi pandangannya.
“Tuan, itu!”
Jika melihatnya, seorang pria gemuk dengan pakaian mandi melompat keluar dari kediamannya dan menembus halaman, lalu berlari ke dalam tempat kejadian.
“Tuan! itu Goushou, un!”
“Tunggu dulu”, Sasori menanhan Deidara yang mencoba untuk menghentikan pria itu dengan melempar laba-laba revolusioner miliknya.
“Gerakannya mencurigakan. Kita harus mengikutinya”
“Tapi mencolok sekali ya, un!”
Lebih sulit untuk melupakan tubuh raksasa bulat yang berlari dengan bersuara itu. Terlebih lagi, langkahnya sangat lambat. Meski ia tahu dirinya sedang berlari dengan putus asa, Sasori yang sangat tak sabaran bergumam “Apa kita habisi saja?”. “Barusan tuan mengatakan untuk tidak menghabisinya dulu, ‘kan? Un!”, kali ini Deidara menahannya.
“Ng, akhirnya tiba juga ya?”
Pergerakan Goushou akhirnya berhenti di setiap sudut tempat yang luas. Di sana terdapat gerbang Torii kecil yang tak setinggi lutut. Karena warnanya putih dan berkilau, mungkin benda itu terbuat dari tembikar Hanasaki, sama seperti gerbang Torii yang berada di kuil Toujin.
Setelah datang ke sini, Goushou mulai waspada melihat sekelilingnya. Deidara yang merasa curiga mengenakan teleskop itu pada mata kirinya, lalu menatapnya seksama. Kemudian, tepat di samping gerbang itu, ia menemukan pintu masuk besi yang dibuat untuk bersembunyi di rerumputan.
“Tuan, mungkin itu adalah pintu masuk menuju penambangan, un!”
Di sana terdapat tanah liat. Penuh rasa percaya diri, Deidara yang merendahkan tubuhnya bangkit berdiri. Ia telah mengetahui lokasinya. Tak perlu menunggu lagi.
“Baiklah, ada hal yang ingin kukatakan padamu..... un”
Goushou terkejut dan bergerak mundur saat melihat Deidara yang menampakkan dirinya secara tiba-tiba.
“Si, siapa kau!”
―Seni itu akan menjadi apa! Apakah seni bisa membuatmu kenyang!
―Orang yang membicarakan seni adalah seorang narsisme dengan delusi yang mengerikan! Mereka hanyalah sampaaaah yang sama sekali tidak bisa melihat kenyataan!
Itu adalah kalimat penghinaan terhadap seni yang dilontarkan oleh Goushou. Ini bukanlah sesuatu yang dapat dimaafkan oleh Deidara yang mencintai seni, dan hidup dalam seni.
“Akan kutunjukkan dengan menawan di tempat ini. Dengar, seni itu adalah.....”
Deidara melempar laba-laba itu padanya. Tanah liat peledak itu terbang melukiskan parabola yang lembut. Goushou melihatnya dengan mulut yang terbuka lebar. Deidara menempatkan kedua jarinya pada batang hidungnya.
“Ledakan!!”
―KATS!!
Tanah liat peledak yang terbuat dari tanah liat berkualitas di desa ini meledak dengan kilatan cahaya. Kekuatan itu tak dapat dibandingkan dengan apa yang telah ia gunakan sebelumnya.
“Ha, luar biasa, un!”
Perasaan tak menyenangkan yang ia rasakan pada Goushou semuanya terbang dengan gembira. Sebuah keterampilan yang lebih dari ekspektasinya.
Dengan ini, ia bisa mendapatkan tanah liat itu― pikirnya.
“.....Oi, pintu ini disegel dengan Fuuin Jutsu dan tidak bisa dibuka”
Tepat di samping gerbang Torii, di mana tak ada jejak yang tertinggal dalam ledakan itu, rumput terbakar, dan Sasori menggerutu setelah menatap pintu besi menuju bawah tanah yang telah terungkap.
Saat memeriksanya dengan tergesa-gesa, terdapat banyak kartu penanda yang tertempel di pintu itu, terlebih lagi benda itu juga tidak terbakar saat menerima ledakan.
“Fuuin Jutsu!? Padahal dia itu bukan seorang Ninja, mengapa dia menempelkan benda seperti itu, un!”
“Rumah tua semacam ini, meski mereka tak dapat menggunakan Ninjutsu, mereka akan mengembangkan keterampilan khusus”
Sasori berkata sambil membaca kartu penanda yang tertempel di pintu itu.
“Sepertinya ini adalah Fuuinjutsu yang hanya bisa dibuka dan ditutup oleh keluarga Toujin”
“.....Itu berarti”
“Pintu ini tak akan terbuka”
“..........”
“..........”
Keheningan mengalir di antara keduanya dalam kondisi yang tak terduga. Namun, Deidara tak mau kalah.
“.....Jiwa seniku tak akan tinggal diam dan pulang dengan tangan kosong karena kita sudah sampai sejauh ini, un!”
Ia memberi makan tanah liat yang ditemukannya di lokasi kerja milik keluarga Toujin pada tangannya, lalu kali ini ia menguleni banyak Chakra.
“.....Ini adalah keahlianku, C2 Dragon, un!”
Deidara menggunakan jumlah Chakra yang diuleni pada tanah liat itu sesuai dengan situasinya. Lalu, ia melompat naik ke punggung naganya.
“Tuan, kita akan melompat!”
Sasori naik di belakangnya dengan kondisi kecewa. Dan, saat baru saja berniat mengepakkan sayapnya ke langit.
“.....Deidara, Sasori!”
Kannyuu bergegas menuju kediaman di mana semua orang telah melarikan diri. Gadis itu memelototi Deidara.
“Jadi kaulah yang melakukannya..... mengapa seperti ini”
“Berisik sekali”
Sasori memblokir ucapan Kannyuu.
“Aku sudah mengiranya di kuil, kau hanya membicarakan tentang orang lain dengan sia-sia”
Sasori mengatakannya seolah melihat ke bawah.
“Kau hanya menjadikan kakek Mashou sebagai alasan untuk mendekati desa ini, ‘kan”
“..........!”
“Kami datang ke tempat ini dengan tak peduli, itulah buktinya. Kau lebih memilih desa bodoh ini daripada seni..... dasar tak berguna”
Tak dapat berkata-kata, Kannyuu tak membalas apa pun.
“Deidara, ayo kita pergi”
Setelah Sasori mengatakannya, Deidara melebarkan sayap naganya.
“.....Itu tidak benar”
Demikian, Kannyuu mengepalkan tinjunya dan mengangkat wajahnya.
“Aku hanya tidak bisa mengampuni kalian yang telah menghancurkan seni Hanasaki itu!”
Ia pasti membicarakan tentang gerbang Torii di kuil Toujin itu.
“Karena itulah aku datang kemari! Itu karena kalian telah melukai sesuatu yang berharga bagiku!”
Mungkin, ia hanya sok kuat. Namun, tekadnya sebagai seorang seniman terasa kuat di matanya.
“Kalau begitu, sebaiknya kau tinggalkan saja desa ini..... un”
Naga itu muncul ke permukaan bersamaan dengan Deidara yang mengatakan hal itu.
“Itu karena keindahan Hanasaki yang abadi mungkin saja akan lenyap..... un”
Sepertinya, Kannyuu tak dapat memahami perkataannya dengan segera. Namun, setelah menelan dan mengunyah kalimat itu, akhirnya ia memahaminya.
“.....Tck”
Saat meringiskan wajahnya, Kannyuu memunggungi mereka berdua, lalu berlari. Naga itu terbang menuju langit dengan perlahan.
“Masih ada kewajiban yang tak boleh kau lupakan, un”
“Sejak keluar dari rumah sebelum beristirahat, aku belum makan apa pun”
Ia pasti ingin mengatakan bahwa dirinya tak berhutang satu pun pada Kannyuu. Deidara tertawa mengejek Sasori yang semacam itu.
“Itu karena tuan menghancurkan gerbang Torii itu, buruk sekali, un”
“Aa? Mengapa begitu?”
Ekor panjang milik naga itu mengayun dengan lembut. Deidara melontarkannya sambil menatap kota dengan teleskop di mata kirinya.
“Bukankah kau pikir aku juga ingin meledakkan Hanasaki itu?..... un”
Saat Sasori menghancurkan gerang putih berukuran besar itu, bunga putih itu bertebaran dan persis seperti seni. Jika Deidara yang meledakkannya, sepertinya akan disublimasikan lebih indah. Deidara ingin melihat hal itu. Karena itulah― ia membutuhkan pembuatnya.
Ia memandang desa Tou dari atas langit. Kediaman Toujin yang berada di pusat dilalap si jago merah, dan menerangi ubin keramik di kota dengan merah terang.
Pemandangan kota yang dipenuhi warna dan tak memiliki rasa persatuan itu sangat indah.
Ekor panjang naga milkinya tiba-tiba bersandar ke dalam dan memendek. Tanah liat ekor itu melewati naga, lalu dibentuk menjadi bentuk yang berbeda dan menampakkan wajahnya dari mulut naga.
“Aku puas untuk saat ini..... un”
Naga baru yang dimuntahkan itu menuju ke kediaman Toujin dan membentangkan sayapnya.
“Khu.....”
Kannyuu yang berkeringat setelah berlari sekuat tenaga dari kediaman Toujin tanpa istirahat, saat ini ia berdiri di depan tungku miliknya. Sebenarnya, ia harus berlari lebih jauh lagi. Namun, di dalam tungku itu terdapat karya buatannya.
Mungkin itu adalah karya yang gagal seperti biasanya. Biarpun begitu, ia tetap tak ingin melarikan diri dari sini.
Langit desa Tou memerah, dan terdapat seekor naga yang jauh di atas langit sana.
“..........!”
Dari mulut naga itu, lahirlah seekor naga yang baru. Naga itu terjun ke pusat kota secara tiba-tiba. Kannyuu memantapkan hati dan menutup matanya.
―KATS!!
Itu adalah gelombang kejut yang bahkan seolah menghancurkan udara dan suara gemuruh yang belum pernah ia dengar sebelumnya.
“.....Un!”
Sesuatu yang berbentuk itu dihancurkan dan berserakan. Sebuah energi dahsyat yang merenggut segalanya. Keindahan tertinggi yang hanya berakhir dalam sesaat, yang hanya dapat dilihat dalam sekejap.
Setiap kali melihat hal ini, ia selalu mengatakannya dengan penuh keyakinan.
“Seni adalah ledakan!!”
Ledakan itu mencapai tempat Kannyuu berada dan api di tungkunya terbakar dalam satu napas.
.
to be continued
Comments
Post a Comment