Tak lama setelah meninggalkan desa Amegakure, hujan itu berhenti dan langit biru mulai menyapa.
Langit yang tak tertutup awan hujan itu sangat luas dan tinggi sampai ke mana pun. Dan juga, sinar mentari yang menyilaukan itu menerangi bumi seolah dirinya setara dengan segala makhluk hidup. Ia sedikit membenci hal itu.
Dunia tanpa awan ini begitu berwarna.
“Ah, Konan, di sini, di sini―”
Di kaki gunung yang mengarah menuju lembah semu, Konan bersatu dengan Zetsu. Ia sudah menyerap bersama pohon.
“Masih ada jalur pegunungan di sini. Gunakan itu sebagai penanda untuk menuju ke puncak”
“.....Aku mengerti”
Percakapannya sangat minim. “Aaaaaa―!”, Konan yang baru saja berniat melanjutkan ke titik pertemuan berikutnya dengan segera, tiba-tiba Zetsu putih itu menjerit.
Waspada karena mengira itu adalah musuh, entah mengapa pandangan Zetsu tertuju pada akar pohon yang berada di dekatnya.
“.....Ada apa?”
“Konan, Konan, lihat ini!”
“..........?”
“Ini, ini”, Zetsu putih itu menunjuk sesuatu dan memindahkan tubuhnya ke akar pohon. Tanpa menghilangkan kewaspadaan sepenuhnya, Konan melirik ke sana. Dan, napasnya berhenti tak sengaja.
“Ini, bukankah persis seperti bunga yang kau kenakan?”
Yang terdapat di sana adalah bunga putih. Seperti yang dikatakan Zetsu putih, benda itu mirip seperti hiasan rambut berbentuk bunga yang terbuat dari kertas milik Konan.
Tapi, ada hal lain yang lebih mengejutkannya.
Aroma manis yang harum dan lembut. Hal itu membangkitkan memori Konan.
Itu adalah saat di mana Yahiko masih hidup.
Konan pernah mampir ke sebuah desa di dekat perbatasan berdua bersamanya. Tujuannya adalah untuk menyediakan material.
Desa yang Konan kunjungi ini adalah pusat transportasi dan tempat di mana orang-orang datang dan pergi. Tokonya juga memiliki barang asing yang langka. Jika ada toko yang ditujukan untuk masyarakat umum, maka ada pula toko yang menjual peralatan Ninja berskala besar sebagai persiapan peperangan berulang.
“―Konan, kertas peledak dan bom asap juga ada lho”
Yahiko menemukan sebuah toko yang menjual peralatan Ninja di pojok sana dan mengintip barangnya.
“Tapi, harganya cukup mahal ya”
Label harga yang terlampir di sana sedikit mahal bagi Yahiko dan Konan yang kekurangan uang untuk mendapatkannya. Bukan hanya mereka berdua, itu merupakan sejumlah uang yang juga tidak bisa dijangkau oleh penduduk Amegakure.
“.....Tempat ini dekat dengan negara api. Sepertinya ada penginapan Shinobi milik Konoha. Yang ini juga pasti dijual dengan harga tinggi pada para Shinobi Konoha”
“Jika kalian tak berniat membeli, pulanglah”, lontar pemilik toko yang berada di dalam pada Yahiko yang berwajah kesal.
Meskipun pemilik toko ini adalah penduduk Amegakure, ia tak memikirkan negaranya sendiri. Bahkan jika Shinobi Iwagakure dan Sunagakure menyerang, kali ini mereka bertahan hidup dan memikat pelanggan pada mereka.
Dan juga, senjata yang dibeli di desa ini akan digunakan untuk membunuh penduduk Amegakure lainnya di Amegakure.
Di negara kecil seperti Amegakure, martabat negaranya tidak bisa dipertahankan. Melihat raut kesal pada Yahiko juga melukai hati Konan.
Pada akhirnya, tanpa bisa berbelanja dengan semestinya, mereka hanya memahami bagaimana sulitnya kondisi Amegakure. Kemudian, saat baru saja berniat meninggalkan desa sambil menjatuhkan bahunya, tiba-tiba Yahiko menghentikan langkahnya.
“Ada apa, Yahiko?”
“Tunggu sebentar”, ucap Yahiko, lalu berlari saat Konan merasakan keanehan dan memiringkan kepalanya. Saat mengamati ke mana ia pergi, “Menghadaplah ke sana!”, ucap Yahiko yang berbalik di tengah jalan padanya.
Meski bertanya-tanya mengapa, Konan membalikkan punggungnya dengan patuh. Ia dapat mendengar Yahiko yang sedang membicarakan sesuatu dengan seseorang dari kejauhan. Akhirnya menjadi sunyi, lalu ia mendengar suara yang berlari ke arahnya.
“..........?”
Namun, langkahnya terhenti di pertengahan.
“Yahiko?”
Saat memanggil namanya tanpa berbalik, ia berjalan seolah memantapkan hatinya, lalu melewati Konan dengan langkah yang cepat. Yahiko menyerahkan sesuatu yang ada di belakang tangannya pada Konan yang bergegas mengejarnya. Konan membelalakkan matanya tak sengaja.
Terdapat sebuah bunga putih di tangannya.
“Yahiko, ini.....”
“Sepertinya ini bukan benda yang bisa dijual”
Sambil bicara, ia melangkah dengan cepat. Bunga yang sedang digenggamnya juga bergoyang ke atas dan bawah tanpa resah. Jika diperhatikan, batangnya bengkok dan terdapat goresan di kelopak bunganya.
Konan berbalik ke belakang secara diam-diam. Lalu, ada penjual bunga di sana. Saat penjual bunga itu mencoba untuk memangkas bunganya yang rusak, Yahiko pasti memanggil dan memintanya untuk menjualnya dengan harga murah.
Bahkan jika tergores sekali pun, bunga adalah sesuatu yang mewah bagi Amegakure, di mana minimnya sinar mentari dan hujan tiada henti.
Situasi ini dapat dipahami secara objektif. Namun, ia hanya dapat tertegun menatap bunga pada sesuatu yang mendadak itu.
Lalu, tiba-tiba Yahiko berhenti dan menyerahkan bunga itu pada Konan tanpa melihat ke arahnya. Bunga ini memiliki aroma lembut dan manis.
“Bunga ini mirip dengan hiasan rambutmu, ‘kan?”
“Ini bukan seleraku, tapi sayang sekali jika dibuang”, Yahiko mengatakannya dengan cepat.
Lalu, setelah menatap Konan sekilas, ia segera mengalihkan pandangannya.
Itu karena ia menyadari rona merah di pipi Konan.
“Uh― a― itu, apa ya.....”
Wajah Yahiko juga memerah. Konan menarik napasnya, lalu meraih bunga itu dengan lembut.
Yahiko segera berjalan saat Konan menerima bunga itu. Tangan dan kakinya bergerak secara bersamaan.
Hanya dengan melihat punggungnya saja telah membuatnya terkesan, lalu saat menyeka sudut mata dengan ujung jarinya, Konan berkata pada punggungnya.
“.....Terima kasih.....”
“Ou.....”, tanpa berbalik menghadapnya, telinga Yahiko memerah, lalu ia mengangguk.
“.....Ng, Konan, ada apa?”
Lalu, tiba-tiba ia kembali pada kenyataan. Cuaca mendung dan hujan yang berada di dalam ingatannya menghilang, dan pandangannya kabur oleh cahaya yang menyilaukan.
“.....Aku”
“Kau melamun”
Apa yang kau lakukan?, rengek Zetsu hitam padanya. “Maaf”, balas Konan tanpa perlawanan dan memegangi wajahnya. Entah mengira reaksi itu cukup mengejutkan, Zetsu membulatkan matanya.
Konan menurunkan kedua tangannya, lalu menatap kembali bunga yang mekar di akar pohon itu. Bunga yang mekar dengan indah itu, persis seperti bunga yang diberikan Yahiko untuknya pada hari itu.
“Petik saja jika kau menyukainya?”
Melihat Konan yang menatap bunga itu, Zetsu putih mencabutnya dengan kasar.
“Ini”
Buket bunga yang berantakan itu dipersembahkan untuknya. Sambil merasa bingung, ia menerimanya untuk sementara waktu.
“Kalau begitu, kami akan pergi duluan”
“Semoga kau cepat menyusul”
Zetsu mencair ke dalam tanah itu apa adanya.
Setelah mereka pergi, Konan mengeluarkan bunga kering yang ia sembunyikan di dalam dadanya. Ia menyejajarkan bunga putih itu di sampingnya.
“..........”
Dadanya berdenyut hebat, dan ia menundukkan wajahnya tak sengaja.
.
to be continued
Comments
Post a Comment