“Sasuke”, itu adalah kalimat terakhir Reishi. “Tolong jaga Kina”
“!”
Suara angin dan aliran sungai, bayangan awan, dan kicauan burung yang melintas― suara tenang dan dengan penuh kebanggaan Reishi, itu adalah bagian dari hal terbesarnya.
Salah satu suara terindah yang ada di dunia ini.
“GAAAAAAA!”
Monster itu menjerit dengan penuh penderitaan.
Rouen itu mengaung dengan panjang bagai mengutuk langit.
“GAAAAAAA!”
BATS!
Serangan seperti karet yang putus itu membuatku terlempar. Kemudian, aku menyadari bahwa Genjutsu itu lepas.
Mataku sangat kabur karena belum terbiasa menggunakan Mangekyou Sharingan ini.
Mataku berdarah saat kuusap dengan tanganku.
Dalam dunia di mana warna telah menghilang, aku menyaksikan tentakel Rouen yang bangkit tanpa suara secara bersamaan itu.
Tentakel yang tak terhingga jumlahnya menghantam lagi sejenak, kemudian, tentakel itu menelan Reishi seperti ombak besar berwarna perak.
Berikutnya, suara ledakan itu bergetar mengguncang daratan, dan seberkas cahaya terpancar dari punggung yang dipenuhi tentakel itu.
Cahaya itu bergegas ke langit malam, lalu membuka lubang di awan hujan lebat.
“A, apa, itu!?”
Aku memalingkan wajahku pada suara kekacauan itu.
Ada bayangan di atas pohon terdekat.
“Monster itu tiba-tiba menjadi tenang.....”, tidak salah lagi, pemilik suara itu adalah Sendou Jiryuu.
“Tu, tubuhnya menjadi transparan!”
Dengan kekuatan terakhirku yang tersisa, aku melompat ke ranting pohon tempat Sendou Jiryuu berada.
“Uwa! A, apa-apaan..... kau!”, ucapnya lemas. “Hentikan..... apa yang akan kau lakukan..... bukan saatnya melakukan itu di saat seperti ini..... Rouen itu mendadak aneh”
“Aku tidak peduli akan hal itu”, aku menahan kedua pundaknya dengan erat. “Tataplah mataku”
Aku tidak bisa membuka mataku karena terlalu sakit.
Biarpun begitu, aku tak akan menutup mataku.
Darah menetes dari Mangekyou Sharingan. Ini seperti saat aku memandangi bulan di dalam mimpi hitam itu.
Penglihatanku kabur, dan hampir tidak bisa melihat apa pun.
Sebuah suara halusinasi menguasai dunia, matanya yang ketakutan terbuka lebar.
Itu adalah tanda bahwa kenyataan dan ilusi bertukar.
Pemandangan kenyataan itu perlahan mencair seperti es.
Pintu ilusi itu terbuka, lalu menghisap Sendou Jiryuu.
“A, apa..... di mana, ini.....?”
Di dalam hutan yang merah seperti darah, Sendou Jiryuu menoleh ke kanan dan kiri. Ia seperti tidak mengerti apa yang telah terjadi, di mana tempat ini, dan siapa dirinya.
Ia tak akan mungkin mengerti.
Karena di dunia ini, apa pun akan terjadi sesuai keinginanku.
Mangekyou Sharingan ini memproyeksikan kesadaranku ke dalam kesadaran lawan seperti sebuah kaleidoskop. Kesadaran manusia adalah dunia itu sendiri. Jika ada seratus orang, maka ada seratus dunia. Dengan kata lain, di sini aku adalah dewa, dan dewa itu adalah diriku sendiri.
Bahkan waktu pun akan berputar sesuai keinginanku.
Aku menyaksikan Sendou Jiryuu yang berlari di dalam awan kegelapan dari atas langit.
“Akan kuperlihatkan kenyataan yang baru padamu”, mataku adalah sepasang bulan merah yang menggantung di langit.
“Beritahu pada semua orang apa yang akan kau lihat saat ini”
“Uwaaaaa! To, tolong aku! Tolong.....”
“Kau menginginkan Kotarou milik Reishi, ‘kan?”
Aku menjadi Kina, dan turun di hadapan Sendou Jiryuu.
“Waa!”, ia terjatuh ke belakang. “Apa-apaan, bocah..... da, dari mana kau muncul?”
“Aku akan mengenakan Genjutsu yang tak akan pernah membuatmu sadar selamanya”
“Selamanya..... kau tak akan bisa melakukan hal itu padaku!”
“Aku bisa melakukannya”, aku mengalirkan kekuatan di mataku. “Aku hanya perlu menghancurkan otakmu yang dangkal..... kemarilah, tataplah mataku”
72 jam setelah itu, aku terus mendesaknya. Meskipun dikatakan 72 jam, tapi itu hanyalah di dalam ilusi. Di dunia nyata, hanyalah beberapa detik saja.
Aku menghancurkan seluruh otaknya, dan menanam kenyataan yang ingin kuperlihatkan padanya selama jutaan kali.
Saat Jutsu ini lepas, ia sangat kelelahan sampai tak bisa berdiri. Sepertinya, aku masih membutuhkan banyak waktu sampai terbiasa menggunakan Mangekyou Sharingan ini. Sendou Jiryuu di dunia nyata terjatuh dari atas pohon.
Aku bernafas dengan bahuku.
Bahkan bernafas pun sangat sulit.
Tak ada rasa pencapaian. Jangankan hal itu, aku dikuasai oleh rasa tak berdaya. Rasa nostalgia akan bantuan yang datang secara teratur setelah pertempuran.
Di depan ketidakberdayaan itu, terdapat Rouen yang perlahan menghilang.
Rouen itu menghilang dengan tenang.
Memudar sedikit demi sedikit, dan tak lagi terlihat dengan mataku yang sakit dan berdenyut ini..... pada akhirnya berubah menjadi sinar asap dan terbang menuju kuil Kodon.
Itu adalah memori pertama yang ada dalam Mangekyou Sharinganku.
.
.
.
Bersambung
Comments
Post a Comment